Faktor pembatas adalah suatu yang dapat menurunkan tingkat jumlah dan perkembangan suatu ekosistem. Keterbatasan dan toleransi di dalam ekosistem Pertumbuhan organisme yang baik dapat tercapai bila faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan berimbang dan menguntungkan. Macam-macam faktor pembatas sangat tergantung dari jenis ekosistem, dan komponen biotik dan abiotik yang menempati ekosistem tersebut. Contohnya ialah ekosistem pada sungai, faktor pembatasnya ialah oksigen terlarut (DO), suhu, ph, arus air, dan sinar matahari. Ini adalah ekosistem perairan tawar, berbeda lagi jika ekosistem pada perairan asin, faktor pembatas yang membedakan ialah pada salinitas, dan arus yang berbeda signifikan.
Alamanda (2010) menjelaskan bahwa Ekosistem air yang terdapat di daratan secara
umum dibagi dua, yaitu perairan lentik yang disebut juga dengan perairan tenang
dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras. Perbedaan utama
antara dua perairan lotik dan perairan lentik adalah kecepatan arus. Perairan
lentik mempunyai kecepatan arus yang lembut serta terjadi akumulasi massa air
dalam periode waktu yang lama, sementara perairan lotik umumnya mempunyai
kecepatan arus yang tinggi, disertai perpindahan massa air yang berlangsung
dengan cepat
Oksigen
Terlarut (DO)
Oksigen adalah salah satu unsur
kimia yang sangat penting sebagai penunjang utama kehidupan berbagai organisme.
Oksigen dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk proses respirasi dan menguraikan
zat organik menjadi zat an-organik oleh mikro organisme. Oksigen terlarut dalam
air berasal dari difusi udara dan hasil fotosintesis organisme berklorofil yang
hidup dalam suatu perairan dan dibutuhkan oleh organisme untuk mengoksidasi zat
hara yang masuk ke dalam tubuhnya (Nybakken, 1988). Adanya penambahan oksigen
melalui proses fotosintetis dan pertukaran gas antara air dan udara menyebabkan
kadar oksigen terlarut relatif lebih tinggi di lapisan permukaan. Dengan
bertambahnya kedalaman, proses fotosintesis akan semakin kurang efektif, maka
akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut sampai pada suatu kedalaman yang
disebut “Compensation Depth”, yaitu
kedalaman tempat oksigen yang dihasilkan melalui proses fotosintetis sebanding
dengan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi (Sverdrup, et al., 1942). Kadar
oksigen terlarut yang turun drastis dalam suatu perairan menunjukkan terjadinya
penguraian zat-zat organik dan menghasilkan gas berbau busuk dan membahayakan
organisme.
Banyaknya oksigen yang dibutuhkan
untuk proses respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme dinyatakan
dengan Apparent Oxygen Utilization
(AOU). Dalam suatu perairan yang masih alami, nilai AOU umumnya positip. Namun
untuk perairan yang banyak mengandung zat-zat organik, nilai AOU menjadi
negatip yang berarti jumlah oksigen yang dibutuhkan lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah oksigen yang tersedia. Menurut Simon dan Patty (2013) menjelaskan
pada jurnal penelitiannya bahwa Kadar oksigen terlarut ditentukan dengan cara
metoda elektrokimia menggunakan alat DO meter AZ 8563 dan nilainya dinyatakan
dalam ppm. Simanjuntak (2009) menjelaskan bahwa Kondisi oksigen terlarut di
perairan dipengaruhi antara lain oleh suhu, salinitas, pergerakan massa air,
tekanan atmosfir, konsentrasi fitoplankton dan tingkat saturasi oksigen
sekelilingnya serta adanya pengadukan massa air oleh angin. Menurunnya kadar
oksigen terlarut antara lain disebabkan pelepasan oksigen ke udara, aliran air
tanah ke dalam perairan, adanya zat besi, reduksi yang disebabkan oleh desakan
gas lainnya dalam air, respirasi biota dan dekomposisi bahan organik
Penelitian Simanjuntak (2007)
meneliti tentang Oksigen Terlarut dan Apparent
Oxygen Utilization di Perairan Teluk Klabat, Pulau Bangka menyimpulkan
bahwa Kadar oksigen terlarut yang tertinggi ditemukan pada lapisan permukaan.
Kadarnya terus menurun dengan bertambahnya kedalaman. Penurunan kadar oksigen
terlarut yang terbesar (0,41 ml/l) diperoleh pada kedalaman 5 meter sampai kedalaman
dekat dasar. Menurunnya kadar oksigen terlarut pada kedalaman yang semakin dekat
kedasar di perairan ini, pada umumnya dipengaruhi proses sedimentasi yang
tinggi dari aliran Sungai Layang dan Sungai Antan, sehingga mengakibatkan
terjadinya kekeruhan yang dapat menghalangi kelancaran proses fotosintetis dan proses
diffusi udara. Pada lapisan permukaan sampai kedalaman dekat dasar diperoleh
nilai AOU yang negatip sebanyak 96% dan positip 4% di semua stasiun penelitian.
Kondisi ini mengindikasikan kebutuhan oksigennya lebih besar daripada produksi
oksigen yaitu produksi O2 berasal dari udara di perairan ini. Perairan Teluk
Klabat, Pulau Bangka diperkirakan memperoleh suplai oksigen terlarut dari Laut
Cina Selatan dan Laut Jawa sehingga mempengaruhi nilai AOU (Apparent Oxygen Utilization) nya. Dari
nilai AOU (Apparent Oxygen Utilization)
yang diperoleh menunjukkan kondisi kadar oksigen terlarut yang masih baik untuk
kehidupan biota laut di perairan tersebut.
PH
pH atau derajat keasaman digunakan
untuk menyatakan tingkat keasaaman atau basa yang dimiliki oleh suatu zat,
larutan atau benda. pH normal memiliki nilai 7 sementara bila nilai pH > 7
menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa sedangkan nilai pH< 7
menunjukkan keasaman. pH 0 menunjukkan derajat keasaman yang tinggi, dan pH 14
menunjukkan derajat kebasaan tertinggi. Umumnya indicator sederhana yang digunakan
adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan
biru bila keasamannya rendah. Selain menggunakan kertas lakmus, indikator asam
basa dapat diukur dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip
elektrolit/konduktivitas suatu larutan. Sistem pengukuran pH mempunyai tiga
bagian yaitu elektroda pengukuran pH, elektroda referensi dan alat pengukur
impedansi tinggi. Istilah pH berasal dari "p", lambang matematika
dari negative logaritma, dan "H", lambang kimia untuk unsur Hidrogen.
Defenisi yang formal tentang pH adalah negative logaritma dari aktivitas ion Hydrogen.
pH dalam suatu ekosiste perairan
berperan sebagai faktor pembatas Izzati (2008) menjelaskan bahwa Tingkat
keasaman (pH) perairan merupakan parameter kualitas air yang penting dalam
ekosistem perairan khususnya dalam kasus perairan tambak. Perubahan pH
ditentukan oleh aktivitas fotosintesis dan respirasi dalam ekosistem. Fotosintesis
memerlukan karbon di oksida, yang oleh komponen autotrof akan dirubah menjadi
monosakarida. Penurunan karbon dioksida dalam ekosistem akan meningkatkan pH
perairan. Sebaliknya, proses respirasi oleh semua komponen ekosostem akan
meningkatkan jumlah karbon dioksida, sehingga pH perairan menurun. Nilai pH
perairan merupakan parameter yang dikaitkan dengan konsentrasi karbon dioksida
(CO2) dalam ekosistem. Semakin tinggi konsentrasi karbon dioksida, pH perairan
semakin rendah. Konsetrasi karbon dioksida ditentukan pula oleh keseimbangan
antara proses fotosintesis dan respirasi. Fotosintesis merupakan proses yang
menyerap CO2, ssehigga dapat meningkatkan pH perairan tambak. Sedangkan
respirasi menghasilkan CO2 kedalam ekosistem, sehingga pH perairan menurun.
Karbon dioksida dalam ekosistem perairan dihasilkan melalui proses respirasi
oleh semua organisme dan proses perombakan bahan organik dan anorganik oleh
bakteri.
pH optimal untuk pertumbuhan
fitoplankton berkisar antara 6,0 – 8,0. Nilai derajat keasamaan (pH) menunjukkan
derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan karena pH mempunyai pengaruh yang
besar terhadap kehidupan tumbuhan dan hewan akuatik (Alamanda, 2010).
Fitoplankton merupakan mikroorganisme dasar produsen satu yang menjadi tumpuan
bagi organisme dengan tingkat yang lebih tinggi menjadi indikator baiknya suatu
keadaan ekosistem perairan pada suatu sungai atau perairan air tawar. ketika
jumlah fitoplankton stabil maka oksigen terlarut akan stabil karena adanya
fotosintesis yang menghasilkan oksigem, fitoplankton merupakan makanan bagi
zooplankton dan ikan kecil, ikan kecil menjadi makanan bagi ikan besar. Ini
merupakan keseimbangan ekosistem pada komponen biotik yang dipengaruhi oleh pH
dalam air.
DAFTAR
PUSTAKA
Alamanda, S, 2010. Kualitas Air Dan Keanekaragaman Jenis Plankton Di Sungai
Cisadane, Jawa Barat. Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas
Pakuan, Bogor
Cisadane, Jawa Barat. Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas
Pakuan, Bogor
Izzati, M, 2008. Perubahan
Konsentrasi Oksigen Terlarut dan pH Perairan
Tambak setelah Penambahan Rumput Laut Sargassum Plagyophyllum
dan Ekstraknya. Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan
Jurusan Biologi FMIPA UNDIP. 60-69
Tambak setelah Penambahan Rumput Laut Sargassum Plagyophyllum
dan Ekstraknya. Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan
Jurusan Biologi FMIPA UNDIP. 60-69
Simanjuntak, 2007. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di
Perairan Teluk Klabat, Pulau Bangka. Penelitian Oseanografi LIPI.
ILMU KELAUTAN. Juni 2007. Vol. 12 (2) : 59 – 66. ISSN 0853 - 7291
Perairan Teluk Klabat, Pulau Bangka. Penelitian Oseanografi LIPI.
ILMU KELAUTAN. Juni 2007. Vol. 12 (2) : 59 – 66. ISSN 0853 - 7291
Simanjuntak, 2009. Hubungan Faktor Lingkungan Kimia dan Fisika Terhadap
Distribusi Plankton di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. Pusat
Penelitian Oseanografi –LIPI. Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XI (1) : 31-
45 ISSN : 0853-6384
Distribusi Plankton di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung. Pusat
Penelitian Oseanografi –LIPI. Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XI (1) : 31-
45 ISSN : 0853-6384
Sverdrup. H. V., M. W. Johnson and R. H. Fleming. 1942.
The Ocean,Their
Physics Chemistry and General Biology. Prentice Hall. New York: 1087
pp.
Physics Chemistry and General Biology. Prentice Hall. New York: 1087
pp.
Nybakken, J.W. 1988. Marine Biology and Ecology Approach, Gramedia.
Jakarta: 459 p.
Jakarta: 459 p.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar