Minggu, 16 Februari 2020

Oksigen Terlarut (DO) dan pH


Faktor pembatas adalah suatu yang dapat menurunkan tingkat jumlah dan perkembangan suatu ekosistem. Keterbatasan dan toleransi di dalam ekosistem Pertumbuhan organisme yang baik dapat tercapai bila faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan berimbang dan menguntungkan. Macam-macam faktor pembatas sangat tergantung dari jenis ekosistem, dan komponen biotik dan abiotik yang menempati ekosistem tersebut. Contohnya ialah ekosistem pada sungai, faktor pembatasnya ialah oksigen terlarut (DO), suhu, ph, arus air, dan sinar matahari. Ini adalah ekosistem perairan tawar, berbeda lagi jika ekosistem pada perairan asin, faktor pembatas yang membedakan ialah pada salinitas, dan arus yang berbeda signifikan. 


Alamanda (2010) menjelaskan bahwa Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi dua, yaitu perairan lentik yang disebut juga dengan perairan tenang dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras. Perbedaan utama antara dua perairan lotik dan perairan lentik adalah kecepatan arus. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lembut serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sementara perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang tinggi, disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat  
Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen adalah salah satu unsur kimia yang sangat penting sebagai penunjang utama kehidupan berbagai organisme. Oksigen dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk proses respirasi dan menguraikan zat organik menjadi zat an-organik oleh mikro organisme. Oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi udara dan hasil fotosintesis organisme berklorofil yang hidup dalam suatu perairan dan dibutuhkan oleh organisme untuk mengoksidasi zat hara yang masuk ke dalam tubuhnya (Nybakken, 1988). Adanya penambahan oksigen melalui proses fotosintetis dan pertukaran gas antara air dan udara menyebabkan kadar oksigen terlarut relatif lebih tinggi di lapisan permukaan. Dengan bertambahnya kedalaman, proses fotosintesis akan semakin kurang efektif, maka akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut sampai pada suatu kedalaman yang disebut “Compensation Depth”, yaitu kedalaman tempat oksigen yang dihasilkan melalui proses fotosintetis sebanding dengan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi (Sverdrup, et al., 1942). Kadar oksigen terlarut yang turun drastis dalam suatu perairan menunjukkan terjadinya penguraian zat-zat organik dan menghasilkan gas berbau busuk dan membahayakan organisme.
Banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk proses respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme dinyatakan dengan Apparent Oxygen Utilization (AOU). Dalam suatu perairan yang masih alami, nilai AOU umumnya positip. Namun untuk perairan yang banyak mengandung zat-zat organik, nilai AOU menjadi negatip yang berarti jumlah oksigen yang dibutuhkan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah oksigen yang tersedia. Menurut Simon dan Patty (2013) menjelaskan pada jurnal penelitiannya bahwa Kadar oksigen terlarut ditentukan dengan cara metoda elektrokimia menggunakan alat DO meter AZ 8563 dan nilainya dinyatakan dalam ppm. Simanjuntak (2009) menjelaskan bahwa Kondisi oksigen terlarut di perairan dipengaruhi antara lain oleh suhu, salinitas, pergerakan massa air, tekanan atmosfir, konsentrasi fitoplankton dan tingkat saturasi oksigen sekelilingnya serta adanya pengadukan massa air oleh angin. Menurunnya kadar oksigen terlarut antara lain disebabkan pelepasan oksigen ke udara, aliran air tanah ke dalam perairan, adanya zat besi, reduksi yang disebabkan oleh desakan gas lainnya dalam air, respirasi biota dan dekomposisi bahan organik
Penelitian Simanjuntak (2007) meneliti tentang Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di Perairan Teluk Klabat, Pulau Bangka menyimpulkan bahwa Kadar oksigen terlarut yang tertinggi ditemukan pada lapisan permukaan. Kadarnya terus menurun dengan bertambahnya kedalaman. Penurunan kadar oksigen terlarut yang terbesar (0,41 ml/l) diperoleh pada kedalaman 5 meter sampai kedalaman dekat dasar. Menurunnya kadar oksigen terlarut pada kedalaman yang semakin dekat kedasar di perairan ini, pada umumnya dipengaruhi proses sedimentasi yang tinggi dari aliran Sungai Layang dan Sungai Antan, sehingga mengakibatkan terjadinya kekeruhan yang dapat menghalangi kelancaran proses fotosintetis dan proses diffusi udara. Pada lapisan permukaan sampai kedalaman dekat dasar diperoleh nilai AOU yang negatip sebanyak 96% dan positip 4% di semua stasiun penelitian. Kondisi ini mengindikasikan kebutuhan oksigennya lebih besar daripada produksi oksigen yaitu produksi O2 berasal dari udara di perairan ini. Perairan Teluk Klabat, Pulau Bangka diperkirakan memperoleh suplai oksigen terlarut dari Laut Cina Selatan dan Laut Jawa sehingga mempengaruhi nilai AOU (Apparent Oxygen Utilization) nya. Dari nilai AOU (Apparent Oxygen Utilization) yang diperoleh menunjukkan kondisi kadar oksigen terlarut yang masih baik untuk kehidupan biota laut di perairan tersebut.

PH
pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaaman atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. pH normal memiliki nilai 7 sementara bila nilai pH > 7 menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa sedangkan nilai pH< 7 menunjukkan keasaman. pH 0 menunjukkan derajat keasaman yang tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat kebasaan tertinggi. Umumnya indicator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah. Selain menggunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit/konduktivitas suatu larutan. Sistem pengukuran pH mempunyai tiga bagian yaitu elektroda pengukuran pH, elektroda referensi dan alat pengukur impedansi tinggi. Istilah pH berasal dari "p", lambang matematika dari negative logaritma, dan "H", lambang kimia untuk unsur Hidrogen. Defenisi yang formal tentang pH adalah negative logaritma dari aktivitas ion Hydrogen.
pH dalam suatu ekosiste perairan berperan sebagai faktor pembatas Izzati (2008) menjelaskan bahwa Tingkat keasaman (pH) perairan merupakan parameter kualitas air yang penting dalam ekosistem perairan khususnya dalam kasus perairan tambak. Perubahan pH ditentukan oleh aktivitas fotosintesis dan respirasi dalam ekosistem. Fotosintesis memerlukan karbon di oksida, yang oleh komponen autotrof akan dirubah menjadi monosakarida. Penurunan karbon dioksida dalam ekosistem akan meningkatkan pH perairan. Sebaliknya, proses respirasi oleh semua komponen ekosostem akan meningkatkan jumlah karbon dioksida, sehingga pH perairan menurun. Nilai pH perairan merupakan parameter yang dikaitkan dengan konsentrasi karbon dioksida (CO2) dalam ekosistem. Semakin tinggi konsentrasi karbon dioksida, pH perairan semakin rendah. Konsetrasi karbon dioksida ditentukan pula oleh keseimbangan antara proses fotosintesis dan respirasi. Fotosintesis merupakan proses yang menyerap CO2, ssehigga dapat meningkatkan pH perairan tambak. Sedangkan respirasi menghasilkan CO2 kedalam ekosistem, sehingga pH perairan menurun. Karbon dioksida dalam ekosistem perairan dihasilkan melalui proses respirasi oleh semua organisme dan proses perombakan bahan organik dan anorganik oleh bakteri.
pH optimal untuk pertumbuhan fitoplankton berkisar antara 6,0 – 8,0. Nilai derajat keasamaan (pH) menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan karena pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan tumbuhan dan hewan akuatik (Alamanda, 2010). Fitoplankton merupakan mikroorganisme dasar produsen satu yang menjadi tumpuan bagi organisme dengan tingkat yang lebih tinggi menjadi indikator baiknya suatu keadaan ekosistem perairan pada suatu sungai atau perairan air tawar. ketika jumlah fitoplankton stabil maka oksigen terlarut akan stabil karena adanya fotosintesis yang menghasilkan oksigem, fitoplankton merupakan makanan bagi zooplankton dan ikan kecil, ikan kecil menjadi makanan bagi ikan besar. Ini merupakan keseimbangan ekosistem pada komponen biotik yang dipengaruhi oleh pH dalam air.


DAFTAR PUSTAKA

Alamanda, S, 2010. Kualitas Air Dan Keanekaragaman Jenis Plankton Di Sungai
            Cisadane, Jawa Barat
. Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas
             Pakuan, Bogor
Izzati, M, 2008. Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut dan pH Perairan
             Tambak setelah Penambahan Rumput Laut Sargassum Plagyophyllum
             dan Ekstraknya
. Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan
             Jurusan Biologi FMIPA UNDIP. 60-69
Simanjuntak, 2007. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di
             Perairan Teluk Klabat, Pulau Bangka.
Penelitian Oseanografi LIPI.
             ILMU KELAUTAN. Juni 2007. Vol. 12 (2) : 59 – 66. ISSN 0853 - 7291
Simanjuntak, 2009. Hubungan Faktor Lingkungan Kimia dan Fisika Terhadap
             Distribusi Plankton di Perairan Belitung Timur, Bangka Belitung.
Pusat
             Penelitian Oseanografi –LIPI. Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XI (1) : 31-
            45 ISSN : 0853-6384
Sverdrup. H. V., M. W. Johnson and R. H. Fleming. 1942. The Ocean,Their
             Physics Chemistry and General Biology
. Prentice Hall. New York: 1087
             pp.
Nybakken, J.W. 1988. Marine Biology and Ecology Approach, Gramedia.
             Jakarta: 459 p.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Screening Mikrobiologi

S creening adalah sejenis tes yang digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik atau mikroorganisme dalam sejumlah besar spesimen....